Sabtu, 23 Mei 2015

Sebuah Cerita #17

Setelah sekian lama, tidak ada yang berbeda dari cerita ini. Masih saja sama, dan mungkin akan terus begitu. Melepaskan dan nantinya kembali jatuh pada sosok yang sama.
Dan untuk kesekian kalinya, kata-kata itu masih tertulis indah disini (hati) meski telah menjadi kenangan. Walaupun kembali salah menafsirkan akan sesuatu. Masihkah bertahan akan harapan itu?
Entahlah arus air begitu deras, namun tak berombak layaknya lautan.

Seharusnya ...
Bukankah kemarin adalah keputusan yang terbaik yang kita pilih bersama. Diam dan hening dalam ruang waktu yang ada.
Tak ada kalimat yang terucap dalam perjalanan waktu. Siapa yang harus disalahkan? Jarak? Waktu? Atau Tuhan? ...
Ditengah hiruk-pikuk malam, akan aku tuliskan sesuatu dilangit ...
(selama ini aku hanya mampu mencintaimu dalam diam, tak terungkap. Tapi aku tak mau menyebutnya ini cinta ...
Menyibukkan diri akan segala hal, yang artinya aku menghujam setiap rindu dan pikiran akan hadirnya yang dinamakan cinta. Bahkan tak pelak bersikap dingin akan keramah-tamahan sosok yang datang menghampiri. Hanya ada kata maaf, ini bukan bentuk keegoisan yang aku inginkan. Terpaksa melakukan untuk sebuah komitmen dan harapan.
Sedari lama aku telah dikecewakan, tapi apalah daya, masih saja bersikeras untuk menaruhnya dalam penantian. Kini untuk kesekian kalinya aku tahu, kamu meletakkan hati pada dia yang mungkin memang sosok yang lebih baik.
Memberontak ...
Membenci apa yang menjadi keputusanku. Namun tiba-tiba terniang bisikan manja ...

"Belum saatnya, boleh jadi kamu harus memperbaiki diri. Jika memang menjadi hak, sejauh apapun pergi akan kembali dengan sendirinya"

Memilih tidak mengatakannya, membiarkan menjadi misteri. Hanya Tuhan dan aku yang tau.
Jelas aku terluka, kamu begitu hebat membuat goresan luka ini. Salahkan aku memilih dan menjatuhkan hati padanya?
Berulang kali aku terjatuh ...
Menangis ...
Merasakan kesakitan ...
Perih ...

Kisah ini begitu memprihatinkan. Namun aku tak mau menganggapnya ini kisah kesedihan.

Cinta adalah kebahagiaan, cinta adalah harga diri, cinta adalah rasionalitas sempurna, cinta adalah kesederhanaan.
Tak kuasa aku membenci. Tak berdaya aku untuk memusuhi. Bukankah cinta senang melihat orang yang dicintainya bahagia. Terserah apa penfasiran tentang apa yang telah aku lakukan. Perjuangan, atau apa saja ...

Seharusnya dari dulu aku harus menyadarkan diri. Bahwa aku bukanlah yang menjadi penantianmu, meski kamu adalah sosok yang ada dalam penantianku.
Sejak saat itu aku hanya mampu memandang dari kejauhan, tersenyum dari sudut kecil disana, mengagumimu dalam keheningan, mencintaimu dalam diam, mengharapkanmu dalam kesendirian, merindukanmu dalam gelap malam, dan saat ini hanya mampu mengingatmu dalam kenangan. Akan segera aku menghapus namamu dalam mimpi, tak akan aku mengusik kehidupan yang telah kamu pilih.
Sejatinya, aku mundur atas apa yang dinamakan perjuangan. Bukan karena aku lelah, hanya saja aku tak ingin memaksakan apa yang mungkin telah menjadi takdir. Cukup sudah, biarkan semua menjadi kenangan yang indah. Cerita kisah kasih yang memberikan pembelajaran. Kamu lelaki hebat, bahagia pernah mengukir warna pelangi bersama ...
Mungkin beberapa saat menjadi hal yang sulit bagiku. Tapi tak mengapa, ini menjadi pilihan dalam hidupku. Dan benar jika memang kamu yang menjadi hak bagiku, kamu akan datang berjuang dan meminta kembali. Tapi jka tidak biarkanlah ...
Biarkan ini menjadi kisah klasik yang indah dan penuh misteri)

Malam semakin larut, tulisan itu tersimpan rapat bersama rahasia Tuhan. Tidak tahu kapan akan terungkap. sebuah cerita ...

Dalam sajak yang dilupakan anak muda
(Tereliye)

Waktu, adalah ujian seberapa lama cinta bisa menunggu

Jarak, adalah ujian seberapa jauh cinta bisa melewati perjalanan

Perbedaan, adalah ujian seberapa pandai cinta bisa saling memahami

Kesempatan, adalah ujian seberapa teguh cinta bisa memutuskan

Masalah, adalah ujian seberapa tangguh cinta bisa bertahan

Dan terakhir Melepaskan, adalah ujian seberapa rindu cinta bisa kembali

Note: cerita ini terinspirasi dari kisah seorang abang diranah minang kemarin dengan posisi dan sudut pandang seorang wanita. Keep calm bang
 Inspirated by Yudhi Rahman Sikumbang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar