Kamis, 19 Februari 2015

Detik Perubahan Bangsa: Antara Aku, Hatta dan Indonesia


menyelami dunia sastra melalui otobiografinya salah satu pahlawan bangsa yang sikap, tindakan bahkan kisahnya layak untuk dijadikan teladan dalam hidup ini .... 

Oleh : Sherly Damayanti (Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya)

Tiadalah Indonesia tanpa andil pemuda di dalamnya, kalimat ini akan terdengar sangat egois jika hanya dipandang dari satu arah saja, namun jika kita coba menengok jauh ke belakang, membuka sedikit pengetahuan kita tentang sejarah perjuangan pemuda sebelum dan sesudah kemerdekaan, tentu bukanlah hal yang naif, kalimat itu untuk kita iya-kan keabsahannya. dimulai dari terbentuknya Budi Utomo, di deklarasikannya Sumpah Pemuda, pergerakan angkatan 1945, sampai pergerakan Reformasi tidak luput dari peran pemuda di dalamnya. Sehingga pemuda selalu menjadi elemen bangsa yang selalu di banggakan karena berperan  penting dalam perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Generasi muda saat ini memang butuh disiram air sejuk berlabel inspirasi. Kisah heroik tokoh-tokoh teladan perlu diangkat ke permukaan. Selain untuk meretas optimisme baru, juga untuk menyembul harapan ke muka mereka. Para pemuda harus menyadari bahwa laju nasib bangsa ini ada di tangan mereka: apakah melaju ke depan, ke belakang, atau justru stagnan. Jiwa mereka juga harus dihujani dengan optimisme dan kemantapan hati. Meneladani kepemimpinan bapak bangsa akan membuat anak-anak muda makin yakin dengan tongkat perjuangan yang sedang mereka pegang. Menilik kisah para pendiri bangsa memang serupa oase di tengah geger psimisme. Teladan yang lahir dari seorang Soekarno, Hatta, dan Kartini diharapkan dapat menumpas kegelapan dan melukis ribuan inspirasi di benak generasi muda.
Sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya (Ben Anderson)
Pemuda Indonesia memiliki daftar panjang masalah adalah sesuatu yang tak terbantahkan. Mereka bak menara gading—menjulang tinggi tanpa mengakar kuat—.  Publik dibuat terkesiap karena aksi-aksinya yang tidak lagi melejitkan capaian. Aksi man on the street para mahasiswa yang menuntut pemerintah berhenti menindas rakyat ternyata malah menyengsarakan rakyat: membakar ban, menyandera kendaraan, merusak fasilitas umum, membuat jalan macet. Aksi demo kenaikan harga BBM adalah contoh yang tepat. Perangai generasi muda juga terjerembab dalam kawah yang tidak ketimuran. Kaum muda Indonesia sebagai driver futuritas bangsa harus kembali pada fitrah kepemudaannya. Generasi muda harus mampu meruwat lagi mimpi-mimpi Indonesia dan menerjemahkannya dalam bahasa yang nyata. Sesegera mungkin menjelma menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia yang diliputi dengan kesiapan untuk tumbuh dalam kesulitan, siap menghadapi risiko, dan mampu memecahkan tantangan-tantangan. Manusia Indonesia model begitu dapat kita jumpai dalam sosok salah satu bapak Proklamator seperti Bung Hatta. Lihatlah bagaimana jiwa manusia Indonesia sejati itu melekat dalam diri Beliau. Jiwa itu jugalah yang berhasil menghantarkannya menjadi pemimpin yang disegani di Indonesia bahkan di dunia.
Bung Hatta salah satu tokoh Proklamotor kita dan sosok yang selalu hidup dalam keserdehanaan dan jauh dari pengaruh ingin memanfaatkan ketokohan  serta kekuasaan yang dimiliki buat kepentingan pribadi dan keluarga. DR(HC) Drs.H.Mohammad Hatta dilahirkan di Bukittinggi Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902. Terlahir dengan nama Mohammad Athar .Bung Hatta juga kita kenal sebagai seorang diplomat, negarawan, bapak Koperasi, wakil Presiden I R.I. Sikap beliau yang dikagumi banyak orang adalah sangat sederhana, jujur, santun, hemat. Hidup beliau benar-benar dibaktikan buat kepentingan bangsa dan negara. Penjara sudah tak terhitung kalinya beliau rasakan dalam memperjuangkan bangsa dan negara dari kekuasaan penjajah bersama Soekarno. Bung Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, misalnya dengan bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dilakukan dengan sepenuh hati, dan direncanakannya dengan sebaik mungkin agar memperoleh hasil yang maksimal.
Layaknya seorang yang jatuh cinta, aku begitu benar-benar menganggumi apa yang telah dilakukan Bung Hatta. Terutama sikap kesederhanaan dan diplomatik beliau. Dunia perkuliahan mampu membuat aku terjerembab dalam dilematika apa itu yang menjadi peran Mahasiswa. Menjadi agent of change, iron stock, dan control social, terkadang membuat sosok diri ini ambigu untuk melangkah. Begitu banyak generasi yang acuh akan kehidupan bangsa saat ini, tak perlu jauh hidup dikalangan mahasiswa elite, dan glamour yang selama ini mindset banyak orang tentang Fakultas Ekonomi. Membuat aku terkesima dan menyatakan aku tak mampu seperti itu. Namun disiplin ilmu itu merupakan apa yang menjadi cita-citaku sejak kecil. Bertahan dengan ruang lingkup yang sebenarnya tak mampu aku mengarunginya. sebuah komitmen dan mimpi yang mebuat aku tetap bertahan, tekad yang kuat untuk mengubah mindset kebanyakan orang itu, bahwa tak semua mahasiswa ekonomi seperti apa yang mereka pikirkan. Buktinya aku mampu menjadi mahasiswa yang aktif dan berprestasi dikampus, dan Alhamdulillah mampu menjadi teman bagi mereka, meski dengan pakaian dan kehidupan yang apa adanya. Tak perlu menjadi orang lain, hanya tetap menjadi diri sendiri aku membuktikan semuanya. Selain itu, dalam organisasi. Bukan hal awam tentang Aksi turun kejalan, kadang kala tindakan tersebut tak sesuai dengan batin ini, terkadang logika dan hati bertarung, bergejolak menentang akan hal itu. Entahlah aku selalu berfikir hal tersebut adalah tindakan sia – sia yang semakin merusak  citra apa yang dinamakan Mahasiswa, apakah hal tersebut harus tetap dilakukan? Tidak ada jalan lain?  Aku membuktikan tanpa turun kejalan permasalahan dapat diselesaikan. Bukankah Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari pada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa. Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan. Walaupun Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui. Misalnya saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-hal yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang. Tapi bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing. Beliau memiliki banyak teman bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin, etos kerja positif) yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Sikap ini menyebabkan Bung Hatta dihormati oleh semua orang: kawan atau pun lawan.

Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang positif. sudah selayaknyalah kita teladani sisi positif kualitas kepemimpinan beliau yang berpegang teguh pada prinsip, berjuang tanpa kekerasan, berusaha melakukan yang terbaik, dan senantiasa berkarya untuk kepentingan bangsa. Merdeka!

Referensi:
Hatta, Mohammad, Membangun Ekonomi Indonesia, Jakarta : Inti Idayu Press,
                                1998.
Hatta, Mohammad, Mendayung Di Antara Dua Karang, Jakarta : Kementrian
                                Republik Indonesia, 1948.
Hatta, Mohammad, Untuk Negeriku,  Jakarta, Kompas, 2011
 06 November 2012, 05.13, diakses 03 Januari 2015, 22.10.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar