kalo lagi hobby moodnya baik ya gini kalo lagi suka buat essay tiap hari ada aja yang bakal jadi inspirasi :) ...
oleh Sherly Damayanti
Pemikiran
ini berawal dari sebuah pertanyaan sederhana, “Traveler sejati
itu yang kayak gimana, sih?” Dulu aku hampir pasti
akan berpikir bahwa traveler sejati
adalah yang sering sekali traveling
(ke tempat wisata), bahkan mungkin dia selalu berkelana dan jarang pulang ke
rumah. Sampai akhirnya aku sadar, bahwa itu tidak sepenuhnya benar. Tentu kita
semua tahu bahwa “traveler” berasal dari kata “travel”, yang oleh Wikipedia
diartikan sebagai, “Travel is the movement
of people between relatively distant geographical locations….” Sementara
“traveler” berarti seseorang yang melakukan perjalanan dan “melakukan
perjalanan” biasa disebut dengan “traveling”.
Noob question:
“Di bagian manakah dari definisi tersebut yang menyebutkan bahwa traveling itu
harus pergi ke tempat (atau untuk tujuan) wisata?” Aku yakin tidak ada dan
tidak akan pernah ada, karena sejatinya traveling
hanya berarti “melakukan perjalanan” tanpa peduli tempat apa yang kita tuju dan
untuk tujuan apa.
Akhir-akhir
ini makin banyak orang yang menyebutku sebagai traveler sejati, cuma karena aku sering traveling. Makin banyak pula yang menisbatkan diri sebagai traveler sejati cuma karena ia telah
banyak keliling berbagai daerah atau negara. Se-simple itu kah? Jika memang se-simple
itu, maka yang paling pantas dinobatkan sebagai traveler sejati adalah ? Hmm…
Aku
masih sangat kecil kala itu, tahun kedua di sekolah menengah pertama. Pada
pelajaran Bahasa Indonesia, kita semua ditugaskan untuk menuliskan karangan
tentang harapan dan cita-cita saat besar nanti. Sungguh aku benci dengan
pelajaran mengarang. Aku bukanlah sosok dengan sejuta kata-kata yang mampu
menuntaskan aksara dengan sempurna. Tanganku lebih lihai mengaduk warna dan
menatanya di atas kanvas, bukan menderetkan huruf rapi di atas kertas. Sebagai
pengganti karangan, kulukiskan cita-cita lewat gambar, menggoreskan
gradasi pensil menjadi gambaran hitam dan putih. Waktu itu aku menggambar
kapal-kapal besar penjelajah. Cita-citaku menjadi mereka, selalu mengarungi dan
menyinggahi setiap sudut dunia. Aku kerap membayangkan sedang berdiri di depan
geladak sambil memegang sebuah binokular. Memandang daratan nun jauh di
seberang sambil berkata “Dua hari lagi kita sampai.” Persis bagai Columbus saat
menemukan Amerika pertama kali.
Sebagai
pengganti pula, aku dimarahi sejadi-jadinya, ujung rambutku ditarik sakit
sekali. Setelah itu dihukum berdiri didepan dengan kaki terangkat sebelah.
Gambar yang kugambar digantung di leher, isak tangisku parau menggantung di
tenggorokan. Hukuman nampaknya tak menjadikan guruku puas. Anak nakal yang
malah menggambar di pelajaran bahasa Indonesia ini diceramahi tentang
macam-macam. “Mau jadi apa kau kelak? Indonesia tak butuh seniman. Belajar saja
yang rajin sebab seni disini tak dihargai.” Memang sepertinya semua orang
selalu (merasa) lebih tau bagaimana orang lain harus hidup.
Berawal
dari sebuah pencarian jati diri kaki ini perlahan-perlahan melangkah menyusuri
jejak-jejak kehidupan yang penuh dengan 1001 tanda tanya. Tidak ada
satupun bayangan yang terbersit di Otak ku tentang petualangan yang aku jalani
ini. Disaat senja yang begitu indah,Tapi terkadang sangat membosankan.
Sering aku menanti datangnya malam yang menjanjikan berjuta mimpi-mimpi dan
harapan-harapan dibalik hitam pekatnya langit malam. Bahkan terkadang sering
aku habiskan malam tanpa mimpi-mimpi yang membuat aku terlena,hanya untuk
mencari atau membuka tabir misteri dari kensunyian malam seorang diri. Dan
ketika pagi telah menjemput aku pun selalu bersiap-bersiap mewujudkan segala
mimpi dan harapan-harapan ku yang tercipta dimalam hari walaupun
terkadang hanya berujung menjadi kesedihan dihati. Lelah memang yang aku rasakan
dan terkadang rasa penatpun hinggap di Otak dan jiwaku yang akhirnya menuju
kepada sebuah titik kejenuhan.
Keliling
dunia benar benar menjadi Liburan Impianku saat ini. Liburan keliling
dunia, menjadi mimpi terbesar dalam hidupku sekaligus mimpi yang hampir
mustahil untuk aku gapai saat ini. Melihat ekonomi keluarga yang pas-pasan,
sekaligus melihat studi pendidikanku yang belum terselesaikan, membuatku gentar
akan mimpiku yang begitu tinggi. Namun aku tetap percaya, dan terus percaya
bahwa suatu saat mimpiku keliling dunia akan segera terwujud meskipun itu akan
terwujud entah kapan.
Traveling
itu identik dengan mengunjungi sebuah objek wisata, belanja oleh-oleh, dan
sibuk posting foto di Instagram untuk menunjukkan “I’m here!”. Sebagai seorang traveler,
aku ingin sekali mencoba sesuatu yang baru dalam perjalananku menjelajahi suatu
tempat. Tentu jenuh rasanya jika mengikuti sebuah grup tur yang mengharuskan aku
mengikuti pola 5-6-7 alias jam 5 morning
call, jam 6 breakfast, dan jam 7
berangkat!
Pergi
traveling secara mandiri pun
demikian. Memang tidak ada orang yang memaksa kita bangun pagi dan kita bebas
menentukan acara. Membaca peta dan mengunjungi sebuah objek wisata memang
menyenangkan awalnya. Tapi jika terus menerus demikian di semua tempat, rasanya
kesan wisata seolah hanya mengambil foto dan suasana. Tidak ada kesan yang
terlalu istimewa atau mendalam dari sebuah wilayah, kecuali mengatakan “bagus”
dan “tidak bagus”.
Aku
ingin sekali traveling dengan menjadi
anak angkat di Jepang. Boleh dikatakan aku ingin sekali tersesat di sebuah
daerah kecil di Jepang dan tinggal bersama penduduk setempat. Aku ingin
melihat, merasakan, dan mengerjakan apa yang dikerjakan orang Jepang asli di
pedesaan mengingat bangsa ini mempunyai kultur yang sangat kental. Seru rasanya
tinggal dan tidur beralaskan tatami yang sederhana. Mencoba belajar bahasa
Jepang dan tata krama yang ada lewat kehidupan sehari-hari. Mengikuti ritme
kehidupan yang dipenuhi kerja keras, kesopanan, tepat waktu, dan tradisi yang
kuat. Jalan-jalan bersama orang Jepang sebaya melihat wisata yang ada dari
perspektif orang lokal, serta mandi bersama di onsen. Rasanya aku seolah
dilahirkan kembali alias reborn
sebagai orang Jepang dengan fisik orang Indonesia yang mampu mengenali budaya
Jepang secara menyeluruh.
Aku
percaya bahwa traveling adalah sebuah
perjalanan sakral untuk menemukan diri. Melihat siapa jati diri kita sesungguhnya
tanpa topeng kepura-puraan. Traveling itu
menjadikan kita pribadi yang kaya akan pengalaman dan membentuk kita menjadi
pribadi yang kuat. Berjalan ke suatu tempat, melihat dan merasakan hal-hal baru
dan bertemu orang baru. Keluar dari comfort
zone dan berusaha survive di
tempat asing. Traveling membuat kita
sadar posisi kita dan pengaruh tindakan kita pada alam. Beruntung jika kita
bisa memberi pengaruh positif bagi orang-orang di sekeliling. Inilah yang
paling aku suka saat traveling, belajar banyak hal. Singkatnya, traveling make me feel better, stronger and
faster.
Impianku
untuk dapat berdiri tegak di Negara yang terkenal dengan sebutan Negeri Sakura
atau Negeri Matahari Terbit begitu menyiksa Logika. Banyak tempat yang ingi aku
kunjungi sebagai destination selain
Hokaido dan Tokyo salah satunya adalah daerah Chughoku. Chugoku merupakan Alam
dan sejarah di bagian barat Pulau Honshu, Wilayah Chugoku ditandai dengan
desa-desa dan kota-kota yang kecil tetapi tenang dan indah. Desa nelayan di
tepi laut dan perkampungan di pegunungan. Inilah tempat yang harus dikunjungi
jika ingin mencari pemandangan yang penuh nostalgia dan suasana terbaik dari
Jepang pada masa lampau. Prefektur Okayama dengan taman dan pemandangan kotanya
yang indah, Hiroshima kota sejarah dan budaya dimana Dua puluh lima menit
menggunakan kereta api dari Hiroshima dan 10 menit menggunakan kapal dari
Miyajima-guchi akan membawa Anda ke Pulau Miyajima dan Kuil Itsukushima, tempat
yang wajib dikunjungi. Keseluruhan pulau, dengan luas 30 km2, ditunjuk oleh
pemerintah sebagai Special Historic Site (Situs Bersejarah Penting) dan Special
Place of Scenic Beauty (Tempat Terindah yang Penting). Bangunan kuil
dihubungkan dengan koridor-koridor yang membentang di atas air laut, sehingga
saat air pasang, seluruh bangunan seperti mengapung di laut.. Selanjutnya Kota
Samurai Hagi yang merupakan tempat kelahiran banyak samurai penting yang
memimpin peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan Restorasi Meiji serta Tottori
Sakyu (Bukit Pasir Tottori) yang merupakan salah satu dari tiga bukit pasir
utama di Jepang.
Impian
ini begitu besar penuh dengan harapan dan cita-cita. Aku percaya dengan istilah
“the power of dreams, I have
many dreams, I believe
it can make a real dreams ..’’
Referensi
:
Website
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar